Larangan Perkawinan Jilu dan Pembinaan Keluarga Sakinah di Kabupaten Blitar

Ayu Laili Amelia

Abstract


The jilu tradition is a prohibition on marriage traditions, that is practiced for generations in Javanese tribes. This prohibition applies to the first child and the third child who will get married. Some people believe that violations of this tradition harm the family. Even though some others consider this tradition to be a myth. This article aims to describe the couple's views on the tradition and the various efforts made by the pair of jilu in forming a sakina family. This article comes from empirical research with a qualitative approach. This research was conducted in Sidorejo Village, Ponggok District, Blitar District, East Java. The results of this study indicate that the jilu tradition is a cultural expression of Javanese tribes to maintain marital continuity. Nevertheless, some people consider that the development of a happy family does not have to go through this tradition, it can also be through a good understanding of religion, effective communication, mutual understanding and love as husband and wife.

Tradisi jilu adalah larangan tradisi perkawinan yang masih dipraktikkan secara turun temurun di masyarakat suku Jawa. Larangan ini berlaku bagi anak pertama dan anak ketiga yang anak menikah. Sebagian masyarakat meyakini pelanggaran terhadap tradisi ini membawa dampak negatif bagi keluarga. Meksipun sebagain lainnya menganggap tradisi ini adalah mitos. Artikel ini bertujuan mendeskripsikan pandangan pasangan jilu terhadap tradisi tersebut dan berbagai upaya yang dilakukan pasangan jilu dalam membentuk keluarga sakinah. Artikel ini berasal dari penelitian empiris dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan di Desa Sidorejo Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar Jawa Timur. Hasil penelitian ini menunukkan bahwa tradisi jilu merupakan ekspresi budaya masyarakat suku Jawa untuk menjaga kelanggengan perkawinan. Meskipun demikian, sebagian masyarakat menilai bahwa pembangunan keluarga yang bahagia tidak harus melalui tradisi ini, dapat pula melalui pemahaman agama yang baik, komunikasi yang efektif, saling memahami dan mencintai sebagai suami istri.

References


Anggraeny, Baiq Desy. “Keabsahan perkawinan hukum adat lombok (merarik) ditinjau dari perspektif undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan hukum islam (studi di kabupaten lombok tengah).” Journal de Jure 9, no. 1 (1 Maret 2018). https://doi.org/10.18860/j-fsh.v9i1.4375.

Aryo dan Hapyy, Wawancara, (Blitar 13 Mei 2018)

Aziz, Safrudin. “Tradisi pernikahan adat jawa keraton membentuk keluarga sakinah.” Ibda’: Jurnal Kebudayaan Islam 15, no. 1 (2017).

Hartono. “Petung dalam primbon jawa.” LITERA 15, no. 2 (2016): 256–68. https://doi.org/10.21831/ltr.v15i2.11827.

Hidayat, Syarif. “Konsep Keluarga Sakinah Dalam Tradisi Begalan.” Al-Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga Islam 7, no. 1 (2016): 85–96.

Jarkoni, Wawancara, (Blitar: 6 Mei 2018)

Joko Susilo dan Sumiatin, Wawancara, (Blitar: 14 Mei 2018)

Kaliki, Ismail. “Perkawinan Dan Sanksi Adat Pada Masyarakat Negeri Luhu.” TAHKIM 12, no. 2 (2017). https://doi.org/10.33477/thk.v12i2.36.

Kementerian Agama. Membina keluarga sakinah. Jakarta: Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggara Haji, 2001.

Khusnul Hadi dan Winarti, Wawancara, (Blitar: 14 Mei 2018)

Mahmudah, Aeni. “Memilih Pasangan Hidup Dalam Perspektif Hadits (Tinjauan Teori Dan Aplikasi).” Diya Al-Afkar: Jurnal Studi Al-Quran Dan Al-Hadis 4, no. 01 (1 Juni 2016). https://doi.org/10.24235/sqh.v4i01.886.

Mas’udah, Ririn. “Fenomena mitos penghalang perkawinan dalam masyarakat adat trenggalek.” JURISDICTIE: Jurnal Hukum dan Syariah 1, no. 1 (2010). https://doi.org/10.18860/j.v0i0.1592.

Minsarwati, Wisnu. Mitos merapi dan kearifan ekologi menguak bahasa mitos dalam kehidupan masyarakat jawa pegunungan. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2002.

Mushoffa, Aziz. Untaian mutiara buat keluarga: bekal bagi keluarga dalam menapaki kehidupan. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001.

Najwah, Nurun. “Kriteria Memilih Pasangan Hidup (Kajian Hermeneutika Hadis).” Jurnal Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Dan Hadis 17, no. 1 (2016): 95–120. https://doi.org/10.14421/qh.2016.%x.

Nasution, Khoiruddin. Islam tentang relasi suami dan isteri (hukum perkawinan I). Yogyakarta: ACAdeMIA, 2004.

Pattiroy, Ahmad, dan Idrus Salam. “Tradisi doi’ menre’ dalam pernikahan adat bugis di jambi.” Al-Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga Islam 1, no. 1 (2008): 89–116.

Pohan, Muslim. “Perkawinan semarga masyarakat migran batak mandailing di yogyakarta.” Al-Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga Islam 10, no. 2 (7 Januari 2018): 134–47. https://doi.org/10.14421/ahwal.2017.10202.

Santoso. “Hakekat Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan, Hukum Islam Dan Hukum Adat.” YUDISIA : Jurnal Pemikiran Hukum Dan Hukum Islam 7, no. 2 (2016): 412–34. https://doi.org/10.21043/yudisia.v7i2.2162.

Shihab, M. Quraish. Pengantin al-Qur‟an :Kalung Permata Buat Anak-anakku. Jakarta: Lentera, 2007.

Syarifuddin, Amir. Hukum perkawinan islam di indonesia: antara fiqh munakahat dan undang-undang perkawinan. 5 ed. Jakarta: Kencana, 2014.

Tuapattinaya, Yolanda Imelda Fransisca, dan Sri Hartati. “Pengambilan keputusan untuk menikah beda etnis: studi fenomenologis pada perempuan jawa.” Jurnal Psikologi Undip 13, no. 1 (2014). https://doi.org/10.14710/jpu.13.1.34-41.




DOI: https://doi.org/10.18860/j-fsh.v10i1.6571

Copyright (c) 2018 Ayu Laili Amelia

Published By:

Shariah Faculty Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Gajayana Street 50 Malang, East Java, Indonesia

 


De Jure: Jurnal Hukum dan Syar'iah is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International