Mungkinkah Syari'ah Tidak Berkonotasi Potong Tangan, Cambuk dan Bahkan Pancung
Abstract
Beberapa hari yang lalu, saya diundang oleh STAIN Malikul Saleh Lhokseumawe, menghadiri seminar tentang syari’ah dan pengaruhnya terhadap dunia global. Dari seminar itu, saya mendapatkan kesan bahwa semangat menjalankan hukum Islam di wilayah itu cukup tinggi. Rupanya telah diyakini bahwa masyarakat Aceh akan berhasil mewujudkan keadilan dan kemakmuran melalui pelaksanaan hukum syari’ah.
Tanpa ingin mengurangi semangat dan tekat yang mulia itu, saya mendapatkan kesan bahwa seolah-olah pelaksanaan syari’ah hanya dimaksudkan untuk memerangi maksiyat. Mereka begitu gelisah bahwa di sana sini telah terjadi kemaksiyatan, sehingga dengan syari’ah itu maka hal tersebut bisa dicegah atau bahkan dihilangkan. Melihat syari’ah seperti itu, maka yang muncul kemudian adalah gambaran tentang keharusan adanya hukum cambuk, potong tangan, dan bahkan juga hukuman pancung.
Tanpa ingin mengurangi semangat dan tekat yang mulia itu, saya mendapatkan kesan bahwa seolah-olah pelaksanaan syari’ah hanya dimaksudkan untuk memerangi maksiyat. Mereka begitu gelisah bahwa di sana sini telah terjadi kemaksiyatan, sehingga dengan syari’ah itu maka hal tersebut bisa dicegah atau bahkan dihilangkan. Melihat syari’ah seperti itu, maka yang muncul kemudian adalah gambaran tentang keharusan adanya hukum cambuk, potong tangan, dan bahkan juga hukuman pancung.
Keywords
Syari'ah; Berkonotasi; Potong; Tangan; Cambuk; Pancung