Berdakwah Dengan Bahasa Hati
Abstract
Memperbincangkan dakwah, saya teringat pengalaman lama, ketika masih muda. Saya sering kali diajak ayah untuk memenuhi undangan ke kantong-kantong masyarakat yang masih buta agama. Di antara desa yang saya maksudkan itu, bernama Gadean. Sebutan nama desa itu sebenarnya hanya samara saja, agar jika ada warga desa tersebut yang kebetulan membaca tulisan ini tidak terganggu.
Warga masyarakat desa tersebut, jika ditanya tentang agamanya, maka akan menjawab Islam. Jawaban itu diberikan, karena mereka tidak mengenal nama agama selain itu. Mungkin jika ketika itu, mereka mengenal agama yang bermacam-macam, maka akan kebingungan menyebutnya. Mereka juga mengaku muslim, hanya tatkala ditanya dan harus menjawabnya. Lagi pula hanya nama agama itu yang mereka kenal. Umpama tidak ada pertanyaan tentang agama, mereka juga tidak akan mempedulikan soal agama.
Warga masyarakat desa tersebut, jika ditanya tentang agamanya, maka akan menjawab Islam. Jawaban itu diberikan, karena mereka tidak mengenal nama agama selain itu. Mungkin jika ketika itu, mereka mengenal agama yang bermacam-macam, maka akan kebingungan menyebutnya. Mereka juga mengaku muslim, hanya tatkala ditanya dan harus menjawabnya. Lagi pula hanya nama agama itu yang mereka kenal. Umpama tidak ada pertanyaan tentang agama, mereka juga tidak akan mempedulikan soal agama.
Keywords
Berdakwah; Bahasa; Hati