Talak Bid’i di Pengadilan Agama Dalam Perspektif Maqashid Shari’ah Thahir Bin ‘Ashur

Abstract

Abstract:

Divorce must be carried out before a court session. On the one hand, divorce should not be carried out while the wife is in a menstrual state. But on the other hand, the pledge of divorce is pronounced according to a schedule set by the court. This article aims to describe the judges' considerations in the case of the bid'i divorce pledge in the Jombang Religious Court. This article is doctrinal law research with a statutory regulatory approach and a conceptual approach. The results of this study indicate that divorce regulations in Indonesia prohibit the application of divorce when the wife is menstruating. Meanwhile, conceptually, Imam Thahir bin 'Ashur offers two points of view in determining maqashid sharia, namely maqashid' am and maqashid distinctive. The first point of view shows the perspective of law on an agreed case, such as the illicit bid'i divorce and the perpetrator get sinned by doing it. This can be seen from the masalikul 'illah method, either through dalalah sharihah or munasabah. Meanwhile, the second one focuses more on the spirituality of the problems that occur. The implementation of the timed divorce pledge, in addition to legalizing divorce status, also aims to end disputes that never end.

Keywords: maqhasid syariah; divorce; religious court.

Abstrak:

Perceraian harus dilaksanakan dihadapan sidang pengadilan. Di satu sisi, perceraian tidak boleh dilaksanakan ketika istri dalam kondisi mentsruasi. Namun disisi yang lain, ikrar talak diucapkan sesuai jadwal yang ditetapkan oleh pengadilan. Artikel ini bertujuan untuk mendeksripsikan pertimbangan hakim dalam perkara ikrar talak bid’i di Pengadilan Agama Jombang, Artikel ini merupakan penelitian hukum doktrinal dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa regulasi perceraian di Indonesia melarang penjatuhan talak pada saat istri sedang menstruasi. Sedangkan secara konseptual, Imam Thahir bin ‘Ashur menawarkan dua sudut pandang dalam menetapkan maqashid shariah, yakni maqashid ‘am dan maqashid khas. Sudut pandang pertama menunjukkan cara pandang suatu hukum terhadap perkara yang disepakati, seperti haramnya talak bid’i serta pelakunya mendapatkan dosa. Hal ini dapat ketahui dari metode masalikul ‘illah, baik melalui dalalah sharihah atau munasabah. Sedangkan yang kedua, lebih menitikberatkan kepada wasilah dari persoalan yang terjadi. Pelaksanaan ikrar talak yang telah ditetapkan waktunya, disamping untuk melegalkan status cerai juga bertujuan mengakhiri perselisihan yang tak kunjung usai.

Kata Kunci: maqhasid syariah; talak; pengadilan agama.