Hukuman Mati Bagi Tindak Pidana Narkoba di Indonesia: Perspektif Sosiologi Hukum
Abstract
This paper presents a variety of public opinion on the application of the death penalty for perpetrators of acts of drugs in Indonesia. The study was focused on public dissent in response to the execution of the death penalty for drug crime and efforts to formulate effective criminal penalties for drug crimes. This paper study it from the angle of sociology of law in particular the theory of behaviorism and the theory of justice. In the perspective of sociology of law, a punishment device should include two things: first, it must accommodate
public aspirations as the counterbalancing repay on the basis of an error rate of the perpetrator. Second, it must include the purpose of punishment, ie, maintain and preserve the
unity of the community. Thus, the law must represent the public sense of justice. Hence the
attitude and actions of the Indonesian people who chose the death penalty for criminal drug
can be justified even in other countries have abolished the death penalty.
Tulisan ini menyajikan beragam pendapat masyarakat tentang penerapan hukuman mati
bagi pelaku tindak narkoba di Indonesia. Kajian difokuskan pada perbedaan pendapat
masyarakat dalam menyikapi eksekusi pidana mati bagi pelaku pidana narkoba dan upaya
merumuskan hukuman pidana yang efektif bagi kejahatan narkoba. Tulisan ini mengkajinya
dari sudut sosiologi hukum khususnya teori behaviorisme dan teori keadilan. Dalam
perspektif sosiologi hukum, sebuah perangkat pemidanaan hendaknya mencakup dua hal,
yakni: pertama, harus menampung aspirasi masyarakat yang menuntut pembalasan sebagai
pengimbangan atas dasar tingkat kesalahan si pelaku. Kedua, harus mencakup tujuan
pemidanaan, yakni memelihara dan mempertahankan kesatuan masyarakat. Dengan
demikian, hukum harus mewakili rasa keadilan masyarakat. Karenanya sikap dan tindakan
masyarakat yang memilih hukuman mati bagi pelaku tindak pidana narkoba dapat dibenarkan sekalipun di tempat lain hukuman mati ini dihapuskan.
public aspirations as the counterbalancing repay on the basis of an error rate of the perpetrator. Second, it must include the purpose of punishment, ie, maintain and preserve the
unity of the community. Thus, the law must represent the public sense of justice. Hence the
attitude and actions of the Indonesian people who chose the death penalty for criminal drug
can be justified even in other countries have abolished the death penalty.
Tulisan ini menyajikan beragam pendapat masyarakat tentang penerapan hukuman mati
bagi pelaku tindak narkoba di Indonesia. Kajian difokuskan pada perbedaan pendapat
masyarakat dalam menyikapi eksekusi pidana mati bagi pelaku pidana narkoba dan upaya
merumuskan hukuman pidana yang efektif bagi kejahatan narkoba. Tulisan ini mengkajinya
dari sudut sosiologi hukum khususnya teori behaviorisme dan teori keadilan. Dalam
perspektif sosiologi hukum, sebuah perangkat pemidanaan hendaknya mencakup dua hal,
yakni: pertama, harus menampung aspirasi masyarakat yang menuntut pembalasan sebagai
pengimbangan atas dasar tingkat kesalahan si pelaku. Kedua, harus mencakup tujuan
pemidanaan, yakni memelihara dan mempertahankan kesatuan masyarakat. Dengan
demikian, hukum harus mewakili rasa keadilan masyarakat. Karenanya sikap dan tindakan
masyarakat yang memilih hukuman mati bagi pelaku tindak pidana narkoba dapat dibenarkan sekalipun di tempat lain hukuman mati ini dihapuskan.
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.18860/j-fsh.v8i1.3726
Copyright (c) 2016 Agus Purnomo
Published By:
Shariah Faculty Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim MalangGajayana Street 50 Malang, East Java, Indonesia
De Jure: Jurnal Hukum dan Syar'iah is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International