Tradisi Meugang dalam Masyarakat Aceh: Sebuah Tafsir Agama dalam Budaya
Abstract
Meugang is a tradition preserved by the people of Aceh to date. It is hold to welcome Ramadan, Idul Fitri and Eid al-Adha. It is a manifestation of a religious interpretation practiced in a form of Acehnese culture. How is meugang tradition in the society? Why this culture is believed to be part of the religion and operates as religious interpretation in people’s life? This study answers them by analyzing the tradition shape through direct observation, because the researcher is an active participant as native Acehnese and live among them. Furthermore, document review is done on the tradition. The results showed that meugang is one of the practices of values existing in Islam. This tradition is used as a means of religious teaching practice, such as anyone who likes to welcome Ramadan will be prevented from the fire of hell. This is indicated by eating meat as a form of pleasure of Acehnese people, as well as holding a feast expecting reward from food or alms. This tradition has been inherent in Aceh, so this tradition is like recommended in religion, it operates as a part of religion, and as if it is a compulsory ordered by religion.
Meugang adalah tradisi yang dilestarikan masyarakat Aceh sampai saat ini. Meugang diadakan pada saat menyambut bulan Ramadhan, hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Meugang merupakan wujud dari sebuah tafsir agama yang diamalkan dalam bentuk budaya masyarakat Aceh. Bagaimana tradisi meugang dalam masyarakat Aceh? Mengapa budaya meugang diyakini sebagai bagian dari agama dan beroperasi sebagai tafsir agama dalam kehidupan masyarakat Aceh? Penelitian ini menJawabnya dengan menganalisis bentuk tradisi meugang, melalui observasi langsung, karena peneliti adalah partisipan aktif sebagai orang Aceh asli dan hidup ditengah-tengah masyarakat. Selanjutnya juga dilakukan telaah dokumen yang berhubungan dengan tradisi meugang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meugang merupakan salah satu praktek dari nilai-nilai dalam agama Islam. Tradisi ini dijadikan sarana pengamalan ajaran agama, seperti barang siapa yang senang menyambut bulan Ramadhan, maka Allah akan mengharamkan tubuhnya dari api neraka. Hal ini ditunjukkan dengan makan daging sebagai bentuk senangnya orang Aceh, serta mengadakan kenduri mengharapkan pahala dari kenduri atau sedekah makanannya. Tradisi ini telah melekat dalam diri masyarakat Aceh, sehingga tradisi ini seolah-olah adalah ajaran agama yang sangat dianjurkan, beroperasi menjadi bagian dari agama, dan seakan-akan menjadi kewajiban yang diperintahkan oleh agama.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Ali Hasjmy, 1983. Kebudayaan Aceh dalam sejarah. Jakarta: Beuna
Bustamam-Ahmad, Kamaruzzaman. 2013. Syariat Islam sebagai Living Tradition, Finiqas, 2(1).
Horgronje, C. Snouck. 1985. Aceh di Mata Kolonialis. Jilid I, Jakarta: Suko Guru.
Hurgronje, C. Snouck. 1997. Aceh: Rakyat dan Adat Istiadatnya Jilid I. Jakarta: INIS.
Iskandar. 2010. Perayaan mameugang dalam Perspektif Hukum Islam. Laporan Penelitian Dosen. Lhokseumawe-Aceh: STAIN Malikusssaleh.
Lombard, Denys. 2007. Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Marzuki. 2011. Tradisi Peusijuek dalam Masyarakat Aceh, Jurnal El-Harakah, 13(2) , 133-149.
Nur Syam. http://nursyam.uinsby.ac.id.
Sutiyono. 2010. Benturan Budaya Islam: Puritan dan Sinkretisme. Jakarta: Kompas Media Nusantara.
Woodword, Mark K. 2006. Islam Jawa: Kesalehan normatif versus Kebatinan. Yogyakarta: LKiS.
DOI: https://doi.org/10.18860/el.v16i2.2781
Editorial Office: | Phone : +6282333435641 |