Manusia Indonesia dan Keterputusan Budaya
Abstract
Budaya menjadi inti dan titik awal dalam membangun peradaban yang hebat. Ini mencakup berbagai sistem berpikir, karakteristik budaya, keinginan sosial, dan produk budaya. Konsep budaya Ibn Khaldun mencakup lebih banyak elemen. Umran (budaya) sebagai ciptaan manusia memiliki dimensi historis. Menurut Khaldun, budaya bukan hanya warisan dari budaya sebelumnya, tapi juga proses membentuk budaya. Kemudian, prinsip infisal (hentikan) muncul karena prinsip pemisahan atau diskontinuitas pandangan bahwa semua elemen di alam semesta tidak saling berhubungan satu sama lain. Prinsip diskontinuitas didasarkan pada pengaruh kondisi geografis. Selain itu, beberapa karakteristik sosiologis dan budaya juga mempengaruhi kehidupan sosial pedesaan dan perkotaan. Temuan konsep budaya dalam merancang budaya Islam di masa depan terjadi dengan mempertimbangkan aspek sejarah dan faktor pendukung perubahan sosial dalam Islam. Konsep ini bisa dijadikan referensi dalam membahas karakteristik masyarakat muslim di masa depan dan dimensi progresif perubahan dalam Islam.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Ali, F. (1985). Realitas manusia: Pandangan sosiologis Ibnu Khaldun. Jakarta: Grafitti Press.
Indarjo, M. (1994). Gambaran pengalaman hermeneutik Hans-Georg Gadamer. Driyarkara, (3), Tahun XX.
Jarvie, I. C. (1983). Technology and the structure of knowledge. New York: The Free Press.
Lubis, M. (1981, November 11). Penerusan kebudayaan kita terputus. Prisma.
Poespowardojo, S. (1986). Refleksi budaya mengenai pembangunan nasional. Jakarta.
Sastrapratedja, M. (1977). Pokok-pokok pandangan Ibnu Khaldun mengenai kekuasaan (Driyarkarya, Seri 4). Yogyakarta: Kanisius.
Sutrisno, M., & Putranto, H. (2004). Hermeneutika pasca-kolonial: Soal identitas. Yogyakarta: Kanisius
DOI: https://doi.org/10.18860/el.v1i1.422
Editorial Office: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang | Phone: +6282333435641 |