Dialektika Manusia dan Agama
Abstract
The existence and role of religion (Islam) get a sharp criticism, which essentially needs a re-examination of religious dogma that has been frozen, if religion does not want to be abandoned by the swift stream of modernization. Truly the religion God revealed to the earth is for man. So religion is born to man, not man born to religion. If man is born to religion, then the most prominent is his transcendent dimension, the religious world from which he came, far from the earth. If so, then humans enter into the world aIkoholistik-theocentric, intoxicated. Factors that cause humans away from the ideal message of the Qur'an is a factor understanding of religion. A series of worship conducted by religious people such as prayer, zakat, fasting, pilgrimage, and the like only stop at the point of carrying out obligations (fiqh oriented) and become a symbol of piety, while the fruits of worship that dimensi sosial less visible. Among religious communities, there has been a misunderstanding in interpreting and appreciating and appreciating the symbolic message. As a result, religion is understood only as an individual savior and not as a social blessing.
Eksistensi dan peran agama (Islam) mendapatkan kritik tajam, yang intinya perlu adanya pengkajian ulang terhadap dogma agama yang selama ini telah membeku, jika agama tidak ingin ditinggalkan begitu saja oleh derasnya arus modernisasi. Sesungguhnya agama itu diturunkan Tuhan ke bumi memang untuk manusia. Jadi agama lahir untuk manusia, bukan manusia lahir untuk agama. Jika manusia lahir untuk agama, maka yang paling menonjol adalah dimensi transendennya, dunia agama tempat asal ia turun, jauh dari bumi. Jika demikian, maka manusia masuk kedalam dunia aIkoholistik-teosentris, mabuk ketuhanan. Faktor yang menyebabkan manusia jauh dari pesan ideal al Quran adalah faktor pemahaman terhadap agama. Serangkaian ibadah yang dilakukan umat beragama (Islam) seperti shalat, zakat, puasa, haji, dan sejenisnya hanya berhenti pada sebatas menjalankan kewajiban (fiqh oriented) dan menjadi simbol kesalehan, sedangkan buah ibadah yang berdimensi sosial kurang nampak. Di kalangan masyarakat beragama, telah terjadi kesalahpahaman dalam memaknai dan menghayati serta mengapresiasi pesan simbolik itu. Akibatnya, agama hanya di pahami sebagai penyelamat individu dan bukan sebagai keberkahan sosial.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Abdullah, M, 1999. Amin Studi Agama: Normatifitas atau Historifitas, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Andito (ed ), 1998, Atas Nama Agama & Wacana Agama Dlam Dialog “Bebas" Konflik, Pustaka Hidayah.
Departemen Agama, 1995. Al-Qur’amtl Karim dan Terjemahannya.
Efendy, Edy A. (ed), 1999, Dekonstruksi Islam Madzhab Ciputat,Cet.I, Zaman, Bandung.
Gellner, Ernest, 1994. Postmodernism, Reason and Religion, terj., Menolak Posmodernisme Antara Fundamentalisme Rasionalis dan Fundamen- talisme Religius, Hendro Prasetyo dan Nurul Agustina, Mizan, Bandung.
Hendropuspito, D,1994. Sosiologi Agama, Kasinus-BPK Gunung Mulia, Yogyakarta.
Interfidei, Dialog Kritik & Identitas Agama, Seri Dian I Tahun I.
Mudhar, M. Atho’ , 1999. Pendekatan Studi Islam . Dalam Teori dan Praktek, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Nasution, Harun, 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Ul-Press, Jakarta.
Nata, Abuddin, 1999 . Metodologi Studi Islam , PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Shimogaki, Kazuo, 1993. Between Medernity and Posmodemity The Islamic Left and Dr. Hasan Hanafi’s Thought: A Critical Reading, terj. M. Imam Azis & M. Jadual Maula, Kiri Islam Antara Modernisme & Posmodernisme Kajian Kritis Atas Pemikiran Hassan Hanafi, LkzS, Yogyakarta
Sofyan, Muhammad, 1999. Agama dan Kekerasan dalam Bingkai Reformasi, Media Pressindo, Yogyakarta
Syari’ati, 1982, Ali On The Sociology of Islam, (terj.), Ananda, Yogyakarta.
DOI: https://doi.org/10.18860/el.v1i3.4695
Editorial Office: | Phone : +6282333435641 |