Perempuan dan Keutuhan Bangsa: Terikat atau Merekat?
Abstract
This paper describes the role of women in unifying the nation associated with Islamic perspectives. The role of women in various sectors of the nation's life is an urgent need. Many things women can do for the benefit of nation and state. Women have been suggested as male subordination, marginalized and difficult self-actualizing well. Patterns of power and status that assume that men are higher than women are very influential on the pattern of gender relations. Not a few policies and regulations are born on the perception. It is therefore not surprising that in the community there is a gender ideology that seeks to fundamentally dismantle policies and regulations that are not considered gender-sensitive. Cultural context always puts women as second class people. Women are more required to fulfill obligations regardless of rights, used to struggle to become human beings who exist in their community. Such social construction makes women more patient, testable and istiqomah in the fight for peace, harmony and unity mission.
Tulisan ini memaparkan peran perempuan dalam mempersatukan bangsa yang dikaitkan dengan perpektif Islam. Peran perempuan dalam berbagai sektor kehidupan bangsa merupakan kebutuhan mendesak. Banyak hal yang dapat dilakukan perempuan untuk kemaslahatan bangsa dan negara. Selama ini perempuan dikesankan sebagai subordinasi laki- laki, termarginalkan dan sulit mengaktualisasikan diri dengan baik. Pola kekuasaan dan status yang beranggapan bahwa laki-laki lebih tinggi dari perempuan sangat berpengaruh pada pola relasi gender. Tidak sedikit kebijakan dan peraturan lahir atas persepsi tersebut. Karena itu tidak heran jika dimasyarakat muncul ideologi gender yang berupaya meninjau secara mendasar membongkar berbagai kebijakan dan peraturan yang dinilai tidak berwawasan gender. Konteks budaya selalu menempatkan perempuan sebagai manusia kelas dua. Perempuan lebih dituntut untuk memenuhi kewajiban tanpa memperhitungkan hak, terbiasa berjuang untuk menjadi manusia yang eksis dalam komunitasnya. Konstruksi sosial demikian itu menjadikan perempuan lebih sabar, tahan uji dan istiqomah dalam memperjuangkan misi kedamaian, kerukunan dan persatuan.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Fatimah Mernissi dan Riffat Hassan, 1995, Setara Dihadapan Allah Relasi Laki-laki Perempuan Dalam Tradisi Islam Pasca Patriarkhi, Terjemah Team LSPPA, Yogyakarta: Yayasan Prakarsa.
Hussein Muhammad, 1999. Refleksi Teologi Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan. Dalam: Menakar Harga Perempuan, Bandung: Mizan
M. Quraish Shihab 1996, Wawasan A1 Qur’an, Bandung: Mizan.
M. Quraish Shihab, 1999, Kodrat Perempuan Versus Warna Kultural, dalam:. Memposisikan Kodrat, Bandung: Mizan
Mansour Faqih, 1997, Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Muhamad Rasyid Ridha, TT, Tafsir al Manar Juz IV, Kairo: Darul Manar.
Nasaruddin Umar, 1999, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al Qur’an, Jakarta: Paramadina
Nasaruddin Umar. 1999. Kodrat Perempuan dalam Perspektif Islam, dalam: Memposisikan Kodrat. Bandung: Mizan
Sayid Agil al Munawar, Membongkar Penafsiran Surat al Nisa’ 1 dan 34, dalam: Kepemimpinan Perempuan dalam Islam. Surabaya: Intervisi.
DOI: https://doi.org/10.18860/el.v3i1.4714
Editorial Office: | Phone : +6282333435641 |