Symbolic Function and Meaning of Ontalan Tradition in Maduranese Wedding
Abstract
Ontalan adalah tradisi orang Madura di pesta pernikahan. Istilah ontalan (oncal: Jawa) berarti melempar, yaitu melempar uang ke pengantin saat mereka duduk berdampingan. Sebagai sebuah tradisi, ontalan adalah sesuatu yang telah dilakukan dan telah menjadi bagian dari kehidupan dan kearifan lokal masyarakat Pamekasan yang masih dilaksanakan. Fungsi sosial ontalan adalah untuk memperkuat hubungan sosial antar keluarga, simbol kekompakan keluarga, dan juga sebagai simbol kesepakatan tentang pernikahan mempelai pria dan wanita. Sedangkan fungsi ekonomi ontalan adalah untuk membantu keluarga yang memiliki niat dan sebagai bekal hidup bagi pasangan baru. Beberapa orang terus mencoba melestarikan tradisi ini melalui warisan kepada generasi berikutnya, konstruksi dan modifikasi sehingga tradisi tersebut sesuai dengan zaman.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Bogdan, R. C., & Biklen, S. K. (1982). Qualitative research for education: An introduction to theory and methods. Boston: Allyn and Bacon.
Bouvier, H. (2002). Lèbur: Seni musik dan pertunjukan dalam masyarakat. Jakarta: Forum Jakarta-Paris, École Française d’Extrême-Orient, Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan, & Yayasan Obor Indonesia.
Bungin, M. B. (2015). Penelitian kualitatif: Komunikasi, ekonomi, kebijakan publik dan ilmu sosial lainnya. Jakarta: Prenada Media.
Johnson, D. P. (1986). Teori sosiologi klasik dan modern. Jakarta: PT Gramedia.
Moleong, L. J. (2009). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Karyantoni. (2018). Tradisi Ontalan di Lumajang terjaga dengan baik pada masyarakat. Retrieved from https://rri.co.id/daerah/31595/tradisi-ontalan-di-lumajang-terjaga-dengan-baik-pada-masyarakat
Mu’in, A., & Hefni, M. (2016). Tradisi Ngabula di Madura: Sebuah upaya membentuk keluarga sakinah bagi pasangan muda. Karsa: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman, 24(1), 119–125. https://doi.org/10.19105/karsa.v24i1.1132
Rifa’i, M. A. (2007). Manusia Madura: Pembawaan, prilaku, etos kerja, penampilan, dan pandangan hidupnya seperti dicitrakan pribahasanya. Yogyakarta: Pilar Media.
Ritzer, G., & Goodman, D. J. (2006). Teori sosiologi modern (Alimandan, Trans.). Jakarta: Kencana.
Roibin, R. (2013). Dialektika agama dan budaya dalam tradisi selamatan pernikahan adat Jawa di Ngajum, Malang. El-Harakah: Jurnal Budaya Islam, 15(1), 34–47. https://doi.org/10.18860/el.v15i1.2459
Sadik, A. S. (2013). Memahami jati diri, budaya dan kearifan lokal Madura. Pamekasan: Bina Pustaka Jaya.
Sadik, A. S. (2013). Selintas tentang bahasa dan sastra Madura. Pamekasan: Bina Pustaka Jaya.
Said, E. (1993). Tradition. Chicago: The University of Chicago Press.
Sholikhin, K. H. M. (2010). Ritual dan tradisi Islam Jawa. Yogyakarta: Narasi.
Soegianto. (2003). Kepercayaan, magi dan tradisi dalam masyarakat Madura. Jember: Tapal Kuda.
Sudikan, S. Y. (2001). Metode penelitian kebudayaan. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya Press.
Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Susanto, E. (2007). Revitalisasi nilai luhur tradisi lokal Madura. Karsa: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman, 12(2), 96–103. https://doi.org/10.19105/karsa.v12i2.470
Syam, N. (2005). Islam pesisir. Yogyakarta: LKiS.
Al-Asqolani, A. bin Ali. (201 H). Hadih riwayat Bukhori dan Muslim. (Imam al-Hafidh).
Tim Penyusun. (2010). Ensiklopedi Pamekasan: Alam, masyarakat, dan budaya. Yogyakarta: Pemerintah Kabupaten Pamekasan & Fakultas Ilmu Budaya UGM.
Wiyata, A. (2006). Latif, Carok: Konflik kekerasan dan harga diri orang Madura. Yogyakarta: LKiS.
DOI: https://doi.org/10.18860/el.v21i2.6826
Editorial Office: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang | Phone: +6282333435641 |
