Meskipun telah resmi diberlakukan menurut hasil keputusan Mahkamah Konstitusi, namun pro kontra terkait dengan revisi pasal 7 ayat (1) undang-undang No. 1 tahun 1974 masih menjadi topik yang begitu hangat diperbincangkan. Kenyataan bahwa upaya para penentu kebijakan dalam hal menciptakan ketentua-ketentuan demi menghilangkan datangnya kemudaratan adalah perkara yang cukup rumit dan tidak serta merta diterima oleh semua kalangan. Oleh karenanya dalam penelitian ini, penulis mencoba untuk menghimpun argumen pendukung agar supaya revisi undang-undang ini dapat diterima dengan bijak oleh semua golongan. Dalam penelitian ini, penulis kemudian berusaha melakukan klarifikasi dengan revisi undang-undang sebagai objek dan menempatkan ushul fiqh sebagai pisau analisis. Termaktub dalam penelitian ini beberapa dalil-dalil hingga kaidah-kaidah yang kesemuanya menjadi pendukung dan penguat lahirnya revisi undang-undang sebagai upaya untuk memperoleh tujuan haqiqi yakni kemaslahatan umat serta usaha untuk menghilangkan kemudaratan. Problematika usia pernikahan yang menjadi inti bahasan dalam pasal 7 ayat (1) Undang-ndang no. 1 tahun 1974 menjadi pembahsan yang menurut penulis sangat urgent untuk dikupas tuntas menggunakan perspektif hokum islam. Dalam hal ini penulis menspesifikkan dalam tinjauan ushul fiqh. Dalam penelitian ini juga dipaparkan semua komponen bahasan terkait denga revisi undang-undang mulai dari latar belakang adanya revisi sampai kepada diputuskannya peningkatan usia minimal pernikahan melalui Mahkamah Konstitusi. Kemudian penulis memaparkan kaitan eratnya dengan ilmu ushul fiqh dengan menawarkan dalil dan kaidah pendukung, maka ditarik sebuah kesimpulan mendasar bahwa revisi undang-undang tersebut adalah benar dan sama sekali tidak terdapat penyimpangan dari ketentuan agama dalam hal ini hukum islam.
Editorial Office: Gedung Perpustakaan Lt.1 Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Jl. Gajayana No. 50 Malang. Telp. (0341) 551354, Fax. 572533 Email: egalita@uin-malang.ac.id