Potret Nilai Kesufian dalam Kehidupan Bermasyarakat
Abstract
Nilai-nilai sufisme telah ada sejak masa Nabi Muhammad SAW, oleh karena itu tidak begitu sulit untuk mendapatkan informasi tentang jejak kemunculannya. Berdasarkan asumsi masyarakat, para penganut sufisme dianggap sebagai masyarakat kuno yang antipati terhadap modernisasi dan menjauhi kehidupan duniawi. Sebenarnya, asumsi tersebut adalah salah dan jauh dari nilai-nilai kebenaran sufisme, karena pada dasarnya pengajaran kesufian dalam masyarakat bertujuan memberikan kontribusi terhadap perkembangan masyarakat yang lebih baik.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Jumantoro, T., & Amin, S. M. (2005). Kamus ilmu tasawuf. Wonosobo: Amzah.
Kurdi, M. A. (1994). Tanwir al-Qulub fi Mu’amalat ‘Allam al-Ghuyub. [n.d.]: Dar al-Fikr.
Lapidus, I. M. (1999). Sejarah sosial umat Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Mulyati, S. (2007, August 17–19). Dakwah tasawuf di dunia modern. Paper presented at Pelatihan Muballigh Tasawuf V, Jakarta.
Siregar, R. (2000). Tasawuf dari sufisme klasik ke neo klasik. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Sviri, S. (2002). Demikianlah kaum sufi berbicara. Bandung: Pustaka Hidayah.
Syadzili, A. F. (n.d.). Ensiklopedi al-Qur’an (Vol. 4). Jakarta: Kharisma Ilmu.
Syukur, A. (2000). Zuhud di abad modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Trimingham, J. S. (1973). The Sufi orders in Islam. London: Oxford University Press.
van Bruinessen, M. (1998). Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Bandung: Mizan.
DOI: https://doi.org/10.18860/el.v0i0.2017
Editorial Office: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang | Phone: +6282333435641 |