Conflict and Harmony between Islam and Local Culture in Reyog Ponorogo Art Preservation
Abstract
Reyog sebagai seni pentas arak-arakan yang telah ada di Ponorogo semenjak pra-Islam masih berkembang hingga saat ini bahkan terus mengalami perkembangan ke luar daerah Ponorogo baik secara regional, nasional, dan internasional. Reyog pada masa sekarang secara umum diakui sebagai identitas budaya bangsa Indonesia. Kenyataan itu berbeda dengan tradisi Jawa lain yang telah runtuh dan tinggal dalam arkeologi sejarah budaya seperti kentrung, ludruk, dan ketoprak. Keadaan ini menimbulkan pertanyaan menarik tentang bagaimana Reyog bertahan dari gempuran berbagai budaya yang datang menyerangnya dari zaman ke zaman. Penelitian ini menggunakan pendekatan antropologi dengan memanfaatkan teori Robert Redfield tentang pertemuan tradisi besar (great tradition) dan budaya kecil (little tradition). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun Reyog bertemu dengan berbagai budaya, khususnya Islam, Reyog mampu mereformasi dan mereformulasi tradisinya sehingga ditemukan sikap budaya yang lentur dan cocok dengan berbagai budaya yang datang bersamanya. Sikap budaya itu berbentuk modernisasi pentas, transformasi mitologi, dan reformasi melalui simbol-simbol nilai sosial-kemasyarakatan.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Abdullah, I. (2002). Simbol, makna dan pandangan hidup Jawa: Analisis gunungan pada upacara Garebeg. Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.
Achmadi, A. (2013). Pasang surut dominasi Islam terhadap kesenian Reog Ponorogo. Jurnal Analisis, 13(1).
Koentjaraningrat. (1995). Pengantar ilmu antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Kroeber, A. L. (1948). Anthropology. New York: Harcourt, Brace and Company.
Maryaeni. (2008). Metode penelitian kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara.
Moelyadi. (1986). Ungkapan, sejarah Kerajaan Wengker dan Reog Ponorogo. Ponorogo: Dewan Pimpinan Cabang Pemuda Panca Marga.
Mukarromah, S., & Devi, S. I. S. R. (2013). Mobilisasi massa partai melalui seni pertunjukan Reog di Ponorogo tahun 1950–1980. Jurnal Verleden, 1(1), 67–68.
Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Ponorogo. (1996). Pedoman dasar kesenian Reog Ponorogo dalam pentas budaya bangsa. Ponorogo.
Pemerintah Kabupaten Ponorogo. (2013). Pedoman dasar kesenian Reog Ponorogo dalam pentas budaya bangsa. Ponorogo.
Pratala, C. (n.d.). Pudarnya ritus magis kesenian Reog Ponorogo [Unpublished undergraduate thesis]. FISIP Universitas Airlangga.
Redfield, R. (1956). Peasant society and culture. Chicago: University of Chicago Press.
Soedarsono, R. M. (2010). Seni pertunjukan Indonesia di era globalisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Soemarto. (2014). Menelusuri perjalanan Reog Ponorogo. Ponorogo: CV Kota Reog Media.
Sudikan, S. Y. (2013). Kearifan lokal dalam tradisi lisan Nusantara (Penggalian nilai-nilai kebhinekaan untuk Indonesia masa kini dan masa depan). Seminar Nasional Tradisi Lisan dalam Pendidikan, Universitas Saraswati Tabanan, Bali, 26–27 April.
Sudikan, S. Y. (2014). Pola dakwah Islam di Ponorogo. Seminar Jurusan Ushuluddin dan Dakwah. Ponorogo: STAIN Ponorogo.
Taylor, E. B. (1958). The primitive culture. New York: Harper and Brothers.
Utomo, Y. P. D. (2004). Perilaku gemblak dalam kesenian Reog Ponorogo di Desa Sumoroto Kabupaten Ponorogo (Kajian seksualitas dan moral) [Unpublished undergraduate thesis]. Universitas Negeri Malang, Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
DOI: https://doi.org/10.18860/el.v18i2.3498
Editorial Office: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang | Phone: +6282333435641 |