Ritual Ya Qowiyu: Pergulatan Makna Modernitas, Agama, Budaya Lokal dan Kapitalisme
Abstract
In this article, the writer tries to analyze the contrast between modernity, religion, and culture. Shortly, the contrast between religious teaching (Islam) taught by Ki Ageng Gribig, modernity, and culture (Javanese) is shown in the rituals and social-economic life (capitalism spirit) of Jatinom society, both symbolically and practically. The contrast and meaning relation of the three domains not only result in conflict, tension, and resistance but also relation and new interpretation among the members of society, so that the celebration is held annually. Therefore, the process of interpretation and the different economic, social, cultural, and politic influences will continue from time to time to match with the change experienced by Jatinom society specifically and the population around the area generally. The process of interpretation on religion has changed because of its contrast with the value of modernity. In Jatinom society, the religious process has been formed and influenced by modernity ideas, such as, the process of rationalization on the rituals, that is, the decrease of their belief in ‘blessing’ in apem, but on the other side, they still preserve the rituals to honor their ancestors and customs. They also think that it is economically beneficial because of the visit of thousands of people in the celebration.
Pada artikel ini, penulis menganalisis kontras antara modernitas, agama, dan budaya. Pendeknya, kontras antara pengajaran agama (Islam) yang diajarkan oleh Ki Ageng Gribig, modernitas, dan budaya (bahasa Jawa) ditunjukkan dalam ritual dan kehidupan sosial ekonomi (semangat kapitalisme) masyarakat Jatinom, baik secara simbolis maupun praktis. Kontras dan makna hubungan ketiga ranah tersebut tidak hanya berakibat pada konflik, ketegangan, dan perlawanan namun juga hubungan dan interpretasi baru antar anggota masyarakat, sehingga perayaan diadakan setiap tahun. Oleh karena itu, proses penafsiran dan pengaruh ekonomi, sosial, budaya, dan politik yang berbeda akan terus berlanjut dari waktu ke waktu agar sesuai dengan perubahan yang dialami masyarakat Jatinom secara khusus dan populasi di sekitar area umumnya. Proses penafsiran agama telah berubah karena perbedaan dengan nilai modernitas. Dalam masyarakat Jatinom, proses keagamaan telah terbentuk dan dipengaruhi oleh gagasan modernitas, seperti proses rasionalisasi ritual, yaitu penurunan kepercayaan mereka terhadap 'berkah' di masa depan, namun di sisi lain, mereka masih melestarikan ritual untuk menghormati nenek moyang dan adat istiadat mereka. Mereka juga berpikir bahwa hal itu bermanfaat secara ekonomi karena kunjungan ribuan orang dalam perayaan tersebut.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Bernard, Adeney Risakotta. 2004. Modernitas, Agama dan Budaya Nenek Moyang: Suatu Masyarakat Indonesia. Dalam Sociology of Religion Reader. Yogyakarta: CRCS-UGM.
Johnson, Doyle Paul. 1994. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Terjemahan Robert M.Z. Lawang. Jakarta: Gramedia.
Kuper, Adam. 2000. Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Panitia Ya qowiyu (Dinas Pariwisata Kabupaten). 1953. Riwayat Kiai Ageng Gribig. Yogyakarta.
Weber, Max. 1991. The Sociology of Religion. Boston: Beacon Press.
Weber, Max. 1998. The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism. Terjemahan Talcott Parsons. California: Roxbury Publishing Company.
www.suarakarya-online.com.news.html.id. [13 Maret 2006].
www.suaramerdeka.com. nas14.htm. [13 Maret 2006].
DOI: https://doi.org/10.18860/el.v0i0.426
Editorial Office: | Phone : +6282333435641 |