Hegemoni Elit dalam Ritus Agama Lokal: Studi Keberagamaan Masyarakat Bugis Bone Sulawesi Selatan
Abstract
Local religious beliefs termed as animism and dynamism by Giddens are still found in the religious practices of Indonesian communities. One of such practices occured in Bugis Ujung-Bone society, South Sulawesi. People’s faith in supernatural beings which are mythically believed as giving something meaningful for them is reflected by performing certain rituals in their daily lives. This ritual is performed at home and in a special place called Addewatang. This local belief system was firstly conceived and conceptualized by Sanro Maggangka. It grew into a local ritual tradition in Ujung-Bone society. This local ritual tradition were then acculturated with some formal religion’s activities. In the meantime, the figure of sanro becomes very important as a mediator in every religious ritual practiced by the society. Finally, hegemonic domination by the sanro can be observed in every thoughts and actions of the society, especially in their religious practices. In this research, the phenomenon were analyzed with the phenomenological-constructionist analysis. There are two findings of this research. First, there is a public perception that the practice of religious ritual done so far is believed as a part of their formal religion’s belief system. Second, there is a strong hegemony and dominance of the sanro’s role in conceptualizing this local ritual practice into their formal religion’s activities. The impact of this mythical belief of the role of sanro and “Putta Sereng” can be seen in the faithfulness of the people to act based on sanro’s instructions, the decrease of the people’s faith in their own formal religion, and the occurrence of theological confusions in the younger generations of Ujung-Bone society.
Keyakinan agama lokal yang disebut animisme dan dinamisme oleh Giddens masih ditemukan dalam praktik keagamaan masyarakat Indonesia. Salah satu praktik tersebut terjadi di masyarakat Bugis Ujung-Bone, Sulawesi Selatan. Iman orang-orang yang memiliki makhluk gaib yang secara mistis dipercaya memberi sesuatu yang berarti bagi mereka tercermin dengan melakukan ritual tertentu dalam kehidupan mereka sehari-hari. Ritual ini dilakukan di rumah dan di tempat khusus bernama Addewatang. Sistem kepercayaan lokal ini pertama kali disusun dan dikonseptualisasikan oleh Sanro Maggangka. Ini berkembang menjadi tradisi ritual lokal di masyarakat Ujung-Bone. Tradisi ritual lokal ini kemudian berakulturasi dengan beberapa kegiatan formal agama. Sementara itu, sosok sanro menjadi sangat penting sebagai mediator dalam setiap ritual keagamaan yang dipraktikkan oleh masyarakat. Akhirnya, dominasi hegemonik oleh sanro dapat diamati dalam setiap pemikiran dan tindakan masyarakat, terutama dalam praktik keagamaan mereka. Dalam penelitian ini, fenomena tersebut dianalisis dengan analisis fenomenologis-konstruksionis. Ada dua temuan dari penelitian ini. Pertama, ada persepsi publik bahwa praktik ritual keagamaan yang dilakukan sejauh ini diyakini sebagai bagian dari sistem kepercayaan agama formal mereka. Kedua, ada hegemoni dan dominasi peran sanro yang kuat dalam mengkonseptualisasikan praktik ritual lokal ini ke dalam aktivitas formal agama mereka. Dampak dari kepercayaan mitos peran sanro dan "Putta Sereng" ini dapat dilihat dalam kesetiaan masyarakat untuk bertindak berdasarkan instruksi sanro, turunnya kepercayaan masyarakat terhadap agama formal mereka sendiri, dan terjadinya kebingungan teologis. di generasi muda masyarakat Ujung-Bone.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Abdullah, Irwan. 2002. Simbol, Makna dan Pandangan Hidup Jawa: Analisis Gunungan Pada Upacara Garebeg. Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.
Abdullah, Irwan. 1994. Market, Consumption, and Lifestyle Management, International Seminar on Social and Cultural Dimension of Market Expansion. Batam, 3-5 Oktober.
Abdullah, Irwan. 2006. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Beyer, Peter. F. 1991. Privatization and the Publik Influence of Religion in Global Society,” dalam Mike Featherstone (ed.), Global Culture: Natiolatism, Globalization and Modernity. London: Sage Publications.
Durkheim, Emile. 2005. Sejarah Agama: The Elementary Form of the Religious Life. Yogyakarta: IRCiSoD.
Foucault, Michel. 1976. Histoire De La Sexualite. Vol 1, La Volonte’ de savoir. Paris: Gallimard.
Friedman, Jonathan. 1991. Being in the World: Globalization and Localization, dalam Mike Featherstone (ed.), Global Culture: Nationalism, Globalization and Modernity. London: Sage Publications, hal. 311-328.
Giddens, Antony. 1997. Religion in Sociology. London: Polity Press.
Gramsci, Antonio. 1973. Letter From Prison. New York: International Publisher.
Lathief, Halilintar. 2004. Bissu: Pergulatan dan Peranannya di Masyarakat Bugis. Depok: Desantara.
Rais, Muhammad. 2008. Keberagamaan Masyarakat Ujung-Bone: Sebuah Ritual Hegemoni Elit dalam Ritus Agama Lokal
”Addewatang Putta Sereng” di Sulawesi Selatan. dalam Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global. Editor Irwan Abdullah, et.,al.
Cet.I. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM dan Pustaka Pelajar.
Simon, Roger. 1991. Gramsci’s Political Thought: An Introduction. London: Lawrence and Wishart.
Strinati, Dominic. 1995). An Introduction to Theories of Popular Culture. London: Routledge.
Soedarsono, dkk. 1986. Beberapa Aspek Kebudayaan Jawa. Jakarta: Depdikbud Javanologi.
Yauri, Andi Muhammad. 2008. Bissu Gaul: Reinvensi Budaya Kelompok Bissu di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, dalam buku Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global. Editor Irwan Abdullah, et.,al. Cet.I. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM dan Pustaka Pelajar.
DOI: https://doi.org/10.18860/el.v0i0.446
Editorial Office: | Phone : +6282333435641 |